Menghujat, Membully dan Bicara Kotor di Sosial Media Apakah Membatalkan Puasa?
GOGLE
Menghujat, Membully dan Bicara Kotor di Sosial Media Apakah Membatalkan Puasa?
Menghujat, membully dan bicara kotor di sosial media apakah membatalkan puasa?
Puasa adalah ibadah umat Islam yang diwajibkan oleh Allah SWT.
Secara harfiah, puasa atau saum adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala perkara yang bisa membatalkan puasa.
Namun, puasa tidak sekadar menahan lapar dan haus.
Puasa juga menjadi upaya seorang muslim untuk selalu memperbaiki diri.
Dalam hal ini usaha untuk menjadikan akhlak lebih baik.
Tentu sejak kecil kita sudah diajarkan agar tidak berkata kasar atau berbohong saat berpuasa.
Keluarnya ucapan kasar atau kotor biasanya didapati saat seseorang dalam kondisi emosi.
Selain karena emosi, faktor kebiasaan pun mempengaruhi ucapan kasar atau kotor begitu saja keluar dari lisan jika kita tersinggung.
Semisal mengolok-olok atau mem-bully dengan keburukannya, menghujat dengan sumpah serapah atau memaki menggunakan nama hewan seperti anjing, monyet, cebong, kampret, dan sebagainya.
Padahal Allah SWT telah menjanjikan pahala dan ampunan bagi hamba-Nya yang berpuasa berlandaskan ketakwaan.
Sesuai sabda Rasulullah dalam hadits dari Abu Hurairah lalu diriwayatkan oleh Imam Bukhahri dan Imam Muslim:
"Rasulullah SAW bersabda: ' Barang siapa yang berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap ridho Allah, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.
Barang siapa yang melaksanakan qiyam (mendirikan) Ramadhan atas dasar iman dan mengharap ridho Allah, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan akan diampuni.
Barang siapa yang melakukan qiyam lailatul qadar atas dasar iman dan mengharap ridho Allah, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni,. "(HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Bisa jadi karena ucapan kotor dan kasar dari lisan, kita gagal mendapat pahala dan ampunan Allah SWT.
Anda perlu tahu kenapa penting menjaga lisan saat berpuasa.
Berikut Hadits Nabi yang dikutip dari Kitab Riyadhush Shalihin karya Imam Nawawi.
روى الشّيخا عن سهل بن سعد رضي الله عنه أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya: " Bukhori Meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: 'Siapa pun yang tidak meninggalkan ucapan dan atau perbuatan yang tidak senonoh (saat berpuasa), maka Allah sama sekali tidak akan mempedulikan puasanya'". (HR. Imam Bukhori)
Untuk menjaga keabsahan ibadah puasa kita, mari sama-sama menjaga lisan dari ucapan kasar dan kotor.
Demikian alasan pentingnya menjaga lisan dari ucapan kotor dan kasar.
Bagaimana dengan berbohong, apakah membatalkan puasa?
Secara fikih, berbohong tidak membatalkan puasa.
Syeikh Abi Syuja telah menjelaskan perkara pembatal puasa dalam Kitab Al Ghayah wa At Taqrib.
والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء : ما وصل عمدا إلى الجوف أو الرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والإغماء كل اليوم والردة
Artinya: "Yang membatalkan puasa ada sepuluh hal, yaitu (1) sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala, (2) mengobati dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur), (3) muntah secara sengaja, (4) melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin, (5) keluarnya mani sebab bersentuhan kulit, (6) haid, (7) nifas, (8) gila, (9) pingsan di seluruh hari, dan (10) murtad."
Dari penjelasan Syeikh Abi Syuja, secara fikih berbohong tidak membatalkan puasa.
Namun, ada sebuah hadits Nabi yang melarang berbohong saat puasa.
Rasulullah SAW bersabda.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari)
Kalimah zuur dalam hadits di atas artinya dusta.
Banyak ulama yang menafsirkan, orang berpuasa yang kemudian berbohong maka tidak mendapatkan pahala puasa.
Ia hanya dianggap telah menggugurkan kewajiban untuk berpuasa.
Hal itu juga dijelaskan dalam Kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.
مُقْتَضَى هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ فَعَلَ مَا ذُكِرَ لَا يُثَابُ عَلَى صِيَامِهِ ، وَمَعْنَاهُ أَنَّ ثَوَاب الصِّيَام لَا يَقُومُ فِي الْمُوَازَنَةِ بِإِثْم الزُّور وَمَا ذُكِرَ مَعَهُ
Artinya: "Konsekuensi dari hadits tersebut, siapa saja yang melakukan dusta yang telah disebutkan, balasan puasanya tidak diberikan.
Pahala puasa tidak ditimbang dalam timbangan karena telah bercampur dengan dusta dan yang disebutkan bersamanya.” (Fathul Bari)
Selain itu, sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk menjauh dari perilaku berbohong.
Sebab dalam sebuah hadits berbohong menjadi tanda kemunafikan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR Bukhari)
Demikian hukum orang berbohong saat sedang berpuasa.
Ibadah puasanya tetap diterima oleh Allah SWT.
Namun, ia tidak mendapat pahala sedikit pun atas rasa lapar dan haus selama sehari.
Halaman sebelumnya